6 Faktor Penentu Harga Bitcoin Trader Wajib Tahu Sebelum Invest
Beda halnya dengan investasi dalam mata uang tradisional di bursa saham, Bitcoin tidak dikeluarkan oleh Bank Sentral dan tidak didukung oleh pemerintah.
Oleh karena itu, kebijakan moneter, tingkat inflasi, dan pengukuran pertumbuhan ekonomi yang biasa mempengaruhi nilai mata uang tidak akan berpengaruh pada harga Bitcoin.
Tapi bukan berarti Bitcoin aman-aman saja, bahkan ia sangat fluktuatif. Untuk kamu para trader yang ingin coba invest di Bitcoin, perhatikan dahulu 6 faktor berikut yang bisa mempengaruhi harga Bitcoin :
1. Persediaan Stok dan Permintaan Pasar
Pasokan Bitcoin dipengaruhi dalam 2 cara berbeda. Pertama, protocol bitcoin memungkinkan Bitcoin baru dibuat dengan tarif tetap.
Ia baru diperkenalkan ke pasar saat penambang memproses blok transaksi, dan tingkat pengenalan koin baru dirancang melambat seiring waktu. Misalnya, pertumbuhannya melambat dari 6,9% (2016), menjadi 4,4% (2017) menjadi 4,0% (2018).
Melambat ini bukan berarti tanpa alasan, sebab ia bisa menciptakan scenario dimana permintaan meningkat lebih cepat ketimbang stok yang ada, alhasil bisa menaikan harga.
Kedua, pasokan juga dapat dipengaruhi oleh jumlah bitcoin yang diizinkan oleh sistem. Jumlah ini dibatasi hanya 21 jut kepinga, di mana setelah angka ini tercapai, aktivitas penambangan tidak akan lagi menghasilkan bitcoin baru.
Misalnya, pasokan bitcoin mencapai 18,587 juta pada Desember 2020, mewakili 88,5% dari pasokan bitcoin yang pada akhirnya akan tersedia.
Setelah 21 juta bitcoin beredar, harga tergantung pada apakah itu dianggap praktis (dapat digunakan di transaksi), legal, dan diminati, yang ditentukan oleh popularitas cryptocurrency lainnya.
2. Kompetisi
Walau saat ini Bitcoin dikenal sebagai rajanya Kripto dan merupakan yang paling terkenal, namun di dunia kripto ada ratusan token kripto lainnya yang saling bersaing untuk mendapatkan perhatian para trader.
Memang Bitcoin saat ini masih dominan kalau dikaitkan dengan kapitalisasi pasarnya. Tapi disamping itu, kripto lain seperti Ethereum (ETH), Tether (USDT), Binance Coin (BNB), Cardano (ADA), dan Polkadot (DOT) dianggap sebagai pesaing terdekatnya dan mulai menarik minat investor.
3. Biaya Produksi
Meski bersifat virtual (tanpa wujud), Bitcoin tetap dianggap produk yang diproduksi dan ada biaya produksinya.
Produksi Bitcoin membutuhkan seorang penambang untuk memecahkan masalah matematika kriptografi rumit yang membutuhkan banyak perangkat komputer. Dan dalam prosesnya ini sangat membutuhkan konsumsi listrik dalam jumlah besar.
Yang unik dari produksi bitcoin adalah tidak seperti barang produksi lainnya, algoritma bitcoin hanya memungkinkan satu blok bitcoin ditemukan, dimana hal ini terjadi setiap 1 kali dalam 10 menit. Itupun membutuhkan banyak sekali penambang dan perangkat CPU yang sangat besar
4. Ketersediaan Stok di Platform Trading
Sama halnya seperti saham melalui indeks seperti NYSE atau Nasdaq, investor Cryptocurrency juga punya indeks atau platform bursanya sendiri seperti Coinbase, Indodax, dan bursa lainnya.
Cryptocurrency juga mirip sekali dengan mata uang tradisional di platform ini, ia memungkinkan investor menjual dan membeli kripto dengan mata uang fiat atau tradisional.
Semakin populer suatu platform trading ini, maka semakin mudah menarik peserta tambahan untuk menciptakan efek jaringan.
Dan dengan memanfaatkan pengaruh pasarnya, ia dapat menetapkan aturan yang mengatur bagaimana mata uang lain ditambahkan.
Misalnya, merilis kerangka Simple Agreement for Future Tokens (SAFT) berusaha untuk menentukan bagaimana Index Coin Offering ( ICO) dapat mematuhi peraturan sekuritas.
Kehadiran Bitcoin di bursa ini menyiratkan tingkat kepatuhan terhadap peraturan, terlepas dari wilayah abu-abu hukum di mana cryptocurrency beroperasi.
5. Peraturan dan Masalah Hukum
Peningkatan pesat dalam popularitas bitcoin dan cryptocurrency lainnya telah menyebabkan regulator memperdebatkan bagaimana mengklasifikasikan aset digital tersebut.
Walau Securities and Exchange Commission (SEC) di Amerika mengklasifikasikan cryptocurrency sebagai sekuritas,
Namun Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menganggap bitcoin sebagai komoditas. Kebingungan tentang regulator mana yang akan menetapkan aturan untuk cryptocurrency telah menciptakan ketidakpastian meskipun kapitalisasi pasarnya kian melonjak.
Selain itu, pasar telah menyaksikan peluncuran banyak produk keuangan yang menggunakan bitcoin sebagai aset dasar, seperti dana yang diperdagangkan di bursa (exchange-traded funds), futures, dan derivatif lainnya.
6. Stabilitas Pemerintah
Karena bitcoin tidak diatur oleh otoritas pusat, bitcoin bergantung pada pengembang dan penambang untuk memproses transaksi dan menjaga keamanan blockchain.
Perubahan perangkat lunak didorong oleh konsensus, yang cenderung membuat frustrasi komunitas bitcoin, karena masalah mendasar biasanya membutuhkan waktu lama untuk diselesaikan.
Masalah skalabilitas telah menjadi titik nyeri tertentu. Jumlah transaksi yang dapat diproses tergantung pada ukuran blok, dan perangkat lunak bitcoin saat ini hanya dapat memproses sekitar tiga transaksi per detik.
Meskipun ini bukan masalah ketika ada sedikit permintaan untuk cryptocurrency, banyak yang khawatir bahwa kecepatan transaksi yang lambat akan mendorong investor menuju cryptocurrency yang kompetitif.