Setiap karyawan pasti mendambakan jabatan sebagai CEO. Chief Executive Officer adalah orang yang memimpin sebuah perusahaan alias bos perusahaan. Bukan hanya memimpin, ternyata banyak sekali tugas seorang CEO. Dr. Achmad Istamar, selaku CEO dari PT Esri Indonesia bercerita kepada TechforID mengenai pengalamannya.
“Sebagai CEO tantangannya adalah harus selalu belajar. Jadi berapa puluh tahun pengalaman di berbagai jenis company, itu tetep harus update dan continuously to be updated, jadi itu challenge juga,” kata Achmad.
Menurut beliau, CEO bukan cuma menjalankan sebuah perusahaan dengan efisien dan efektif, tapi harus memperhatikan bagaimana dinamika environmental perusahaan, selain itu juga harus memiliki wawasan luas yang nggak melulu terkait product atau services yang ditawarkan. Karena environment sekarang bisa meliputi environmental economics, bisa meliputi culture, bisa juga meliputi hal-hal yang bersinggungan dengan government.
“Jadi banyak sekali diverse environment yang harus dikuasai dan diamati. Semakin diverse justru menerjang kita setiap saat yang we have to jungle between those, and the same time running the company,” jelas Achmad.
Lebih lanjut, Achmad menjelaskan jika kita sekarang berada di era dimana kita melihat beberapa perusahaan ternama di dunia itu explicitly bahwa untuk apply role yang mereka miliki nggak harus memiliki specific degrees. Kita juga ada di dalam era dimana banyak sekali formal education graduate yang ketika join di suatu company harus belajar semua dari awal, seperti halnya dia adalah non-graduate. Kita sekarang sedang ada di intersection.
“Saya rasa akan semakin menarik melihat kedepannya bagaimana yang disebut dengan keterampilan, keahlian lebih diutamakan dibandingkan formal education background. Tapi saya rasa ini semua adalah suatu fenomena karena kebutuhan dan dinamika market yang sedemikian cepat, masih berusaha dikejar oleh yang memproduksi lulusan baru, yakni kampus,” ujar Achmad.
Skill yang harus dimiliki
Selain pandai membaca market, ternyata seorang CEO juga harus punya skill untuk bisa mengatur karyawannya. Kata Achmad, karyawan adalah sumber daya yang tidak dapat diduplikasikan, sehingga harus dibina dengan hubungan personal.
“Dalam era digitalisasi, otomatisasi, ada yang sering dilupa yaitu satu source yang nggak bisa diduplikasi dan dikembangkan dengan mudah. Segala macam resource bisa dengan mudah di create atau duplikasi dengan teknologi, tapi ada satu resource yang sangat sulit, yaitu human. Jadi peran dari CEO sekarang ini harus mampu melakukan human capital development. Karena bagaimanapun perkembangan teknologi, akan selalu lebih cepat daripada pertumbuhan kemampuan manusia untuk mendukungnya,” jelas Achmad.
Tantangan Seorang CEO
Bukan cuma karyawan yang memiliki tantangan, seorang CEO pun demikian. Bahkan terkadang masalah karyawan juga menjadi masalah seorang CEO.
“Mungkin tantangannya nggak langsung berpengaruh pada company yang sekarang saya pegang. Tapi ketika kita bicara atau diskusi dengan banyak leader dari beberapa negara yang ada di dunia yang saya kenal, juga dengan leader-leader di indonesia, saat ini kita berada di satu era dengan transformasi luar biasa. Transformasi ini di trigger oleh teknologi. sebagai leader kita harus bisa membuat manusia dan kemampuannya itu sebagai integral dari sistem dan proses dimanapun. Jadi kita lihat leader semakin besar peranannya dalam meng-organize sebuah perusahaan secara digital namun juga harus memiliki kemampuan sebagai leader organisasi yang bisa dibilang tradisional. Saya beri contoh misalnya satu skill, yang kaitannya dengan empathy. Di era teknologi ini dimana komunikasi sudah dilakukan dengan digital, email, online media, chatting, dan sebagainya sangat mudah kita melupakan bahwa interaksi penting antar manusia itu membutuhkan beberapa pengetahuan the science of human, mengenai empathy, mengenai purpose, biar seorang CEO nggak selalu mengenal staf-nya secara tatap muka, nggak selalu mengenal personal atau individunya, tapi lebih mengenal profilnya, email nya, signature-nya, chat, message dan sebagainya. Nah ini sebenarnya satu tantangan. Karena bagaimanapun juga aset suatu perusahaan yang sangat sulit diduplikasikan dan dikembangkan adalah people,” jelas Achmad.
PT Esri Indonesia itu adalah anak perusahaan Esri yang berpusat di California, Amerika Serikat. Perusahaan yang memasok software sistem informasi geografi internasional, GIS bebasis web, dan manajemen geodatabase ini berskala internasional, tentu membuat Pak Achmad memiliki banyak suka dan duka memimpinnya sebagai CEO.
Tempat Kursus Komputer Terbaik | Digital Marketing, Programming, SEO, Dll.
“Yang saya suka kalo apa yang kita kerjakan mendapat hasil atau impact buat orang banyak. Jadi kalo ada orang yang terbantu, ada suatu resources alam yang terselamatkan dan itu menggunakan apa yang kita kerjakan. Saya suka juga kalo kita berhasil men-develop atau berkontribusi dengan orang lainnya dan orang itu jadi sukses. Yang ketiga saya juga senang kalo apa yang saya lakukan itu hal-hal yang baik ditiru dan kemudian diduplikasikan dan bermanfaat. Atau hal yang saya kurang optimal lakukan, dilakukan lebih baik oleh orang lain,” kata Achmad.
Sedangkan hal yang nggak beliau sukai adalah limited options, seperti nggak ada anggaran, nggak ada dukungan, nggak ada waktu dan sebagainya, yang terkadang memaksanya untuk fokus ke keterbatasannya dan memutar otak agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
“Kalo kita dapat masalah dan nggak mendapatkan informasi seperti itu, saya kurang nyaman. Kedua kalo ada staf atau tim atau teammates, mungkin terlalu sibuk bekerja jadi lupa work life balance. Jadi mungkin kerja lembur, kurang hidup sehat dan sebagainya. Mungkin dia belum merasakan karena masih muda tapi kita lihat ini nggak sustainable kedepannya. Maka kita sebagai leader atau pemimpin harus mengingatkan bahwa sebaiknya dia punya lifestyle yang lebih hidup, supaya lifestyle-nya lebih sehat dan dia bisa berkontribusi lebih banyak di usia-usia selanjutnya,” kata Achmad.
Selain itu, Achmad juga memiliki ketakutan, yakni jika dirinya suatu saat nanti terdistract dengan kesibukan pribadi, kemudian mengubahnya menjadi sosok egosentrik, hingga melupakan mission perusahaan yang sebenarnya.
“Karena sebagai manusia, kita punya banyak dimensi. Dimensi-dimensi itu dikhawatirkan akan membuat kita off track, dan nggak kembali menjadi apa yang ingin kita arahkan kedepannya. Dikhawatirkan akan semakin berat jika semakin jauh. That’s what I keep reminding myself,” jelas Achmad.
Maka dari itu Achmad mengaku lebih senang jika setiap hari ia memiliki jadwal yang jelas dan tertata rapi. Agar memudahkan ia bertemu dengan banyak orang dan juga memudahkan ia ditemui saat dibutuhkan.
“Karena tadi human interaction, CEO itu managing team, managing organization, tentu akan ada human, akan ada bagian-bagian dari organisasi yang perlu ditemukan. Kalo beberapa permasalahan bisa diselesaikan web conference, teleconference, ada yang seperti itu. Tapi lebih banyak lagi permasalahan yang bisa diselesaikan lewat human to human interaction. Human interaction works best kalo ada pertemuan fisik. Kalo kita punya jadwal yang jelas, orang mau bertemu kita juga jelas dan mudah,” kata Achmad.
Pengalaman Dr. Achmad Istamar Terkait PT Esri Indonesia
Terkait PT Esri Indonesia yang sudah berjalan sejak 1997, Achmad menjelaskan jika dirinya mendapat banyak ide dan masukan baru untuk perusahaannya saat ia memperbanyak komunikasi dengan orang lain.
“Saya rasa di dunia ini nggak ada teknologi atau bidang usaha yang berdiri secara independen. Pada akhirnya semua akan saling mempengaruhi. Jadi kalo kami di bidang teknologi ingin dapat ide-ide baru, apa solusi yang bisa kita berikan untuk membantu mereka lebih produktif. Kalo kita melihat dari user atau pengguna kita, segmen penggunanya dari mana. Mungkin dulu dia segmen teknis bergerak sebagai decision maker, eksekutif dan sebagainya kita juga harus memberikan solusi menuju dinamika user kita,” kata Achmad.
Meskipun dirinya seorang CEO dari perusahaan berbasis internasional, ternyata Achmad juga memiliki sosok inspirasi yang selalu membuatnya semangat menjalani tugas sebagai CEO. Sosok-sosok ini dinilai Achmad sebagai pembawa ide dan semangat dalam kesehariannya.
“Saya lebih suka mengambil beberapa model dalam konteks apa yang mereka kenal di market. Misalnya kalo kita bicara bagaimana suatu perusahaan berinovasi, namun juga perusahaan ini bisa menjual inovasinya itu ke masyarakat, maka kita ambil contohnya Steve Jobs dari Apple. Tapi kalo kita melihat bagaimana me-manage organisasi yang dinamik, dengan melakukan terobosan internal dalam organisasi itu contohnya ada Samuel Palmisano dan Louis V. Gerstner di IBM. Tapi kalo kita melihat bagaimana peran seorang leader lebih besar kpd purpose dan apa yang menurut dia lebih baik untuk masyarakat untuk community, lebih penting dari kinerja perusahaan itu contohnya adalah Jack Dangermond. Itu adalah founder Esri yang saya kenal pribadi. Mungkin yang sama kayak dia, ada Bill Gates. Bill gates juga memiliki purpose driven secara individu yang kuat. Kalo mungkin kita hardworking-nya, tenancy nya, keteguhannya dalam membangun misinya ada Elon musk. Tetep bekerja keras menjadi perusahaan di bidang space dengan challenge luar biasa, resiko sangat besar, tapi dia tetep lakukan. Ini best leader orang yang saya ambil inspirasi,” kata Achmad.
Menarik banget, ya? Jadi makin tertarik dan semangat untuk terus belajar hingga menjadi CEO? Tulis pendapatmu di komentar, ya!
Sangat bagus sekali untuk para calon CEO.
Pribadi yang sangat luar biasa! Dan patut dicontoh oleh kaum Millenial
[…] Mau Jadi CEO? Yuk Belajar Dari Ahlinya! […]
[…] Baca Juga : Mau Jadi CEO? Yuk Belajar Dari Ahlinya! […]