TechforID – Pemerintah berbasis militer Myanmar mengusulkan untuk memberlakukan undang-undang yang melarang penggunaan kripto dan Virtual Private Network (VPN) di negaranya.
Kalau aturan ini benar-benar disetujui, maka para pelanggar akan dikenakan hukuman penjaran dan membayar denda.
Mengutip laporan dari The Register, setiap pelaku yang tertangkap menggunakan VPN maka akan dikenai hukuman penjara satu hingga tiga tahun dan membayar denda 5 juta Kyat Myanmar atau setara Rp.40 juta.
Sedangkan disisi lain, pengguna mata uang digital atau kripto akan dikenakan hukuman minimal enam bulan dan maksimal satu tahun. Lalu mereka juga harus membayar denda dengan nominal yang sama.
Selain menargetkan mata uang digital dan pengguna VPN, peraturan yang diusulkan pemerintah militer akan memaksa penyedia layanan untuk memberikan informasi pribadi pengguna ketika diminta oleh pihak berwenang.
Baca juga : Bank Sentral Rusia Mulai Investigasi Platform Dagang Kripto Illegal
Rancangan undang-undang yang ditandatangani oleh Soe Thein, sekretaris tetap Kementerian Perhubungan dan Komunikasi Militer, saat ini terbuka untuk dikomentari.
Seperti yang disarankan dalam laporan tersebut, warga akan diizinkan untuk mengomentari rancangan tersebut hingga 28 Januari 2022.
Aturan baru ini tentu mengundang banyak perhatian terutama para pemilik perusahaan terkait.
Misalnya saja direktur Netblock sebagai perusahaan monitoring internet mengeluarkan opini kalau RUU yang diusulkan kejam,
Pasalnya pada Februari 2021 versi pertama RUU ini dibatalkan usai industri dan masyarakat sipil bersatu untuk mendemo hal tersebut.
Menyinggung masalah VPN pun dinilai sangat kontra terhadap Myanmar. Sebab ia menjadi salah satu cara Myanmar tetap berhubungan dengan dunia.
RUU kripto dan VPN ini dilansri bakal berhasil namun akan jadi boomerang bagi pemerintah disana.
Banyak yang berpendapat kalau ia akan memiliki efek mengerikan pada pidato politik dan hak asasi manusia serta membuat public sentiment dengan militer.
Baca artikel selanjutnya :