Bekerja adalah cara manusia sebagai makhluk sosial untuk dapat bertahan hidup. Namun, dewasa ini bekerja tak lagi harus bepergian ke kantor, ke pabrik, ke kebun, ataupun ke ladang. Karena saat ini bekerja juga bisa dilakukan dari rumah, yakni berdagang.
Baca Artikel terkait : Gimana Ibu Ini Jualan Online Ribuan Produk Perbulan di MarketPlace ? Padahal Sebelumnya Gaptek.
Jika dulu definisi berdagang di rumah mungkin hanya terbatas pada dibukanya toko klontong, kini sudah berkembang cukup jauh. Ada beberapa platform hasil teknologi yang digunakan manusia untuk mengembangkan bisnisnya. Mulai dari awal 2000an saat Blackberry mulai marak digunakan di Indonesia yang didukung koneksi internet, hingga menyebabkan munculnya marketplace, seperti Tokopedia di 2009, disusul hadirnya BukaLapak dan Instagram di 2010, tak ketinggalan e-commerce, seperti Zalora mulai meramaikan dunia online di Indonesia sejak 2012. Mungkin dulu saat baru didirikan, tidak akan ada yang menyangka jika marketplace, media sosial, dan e-commerce bisa mengubah perekonomian Indonesia. Instagram yang awalnya hanya sekedar media sosial berbagi foto, berubah menjadi “tempat” berjualan para pedagang.
“Dulu tanggapan orang tentang saya yang memutuskan untuk jadi pedagang online, adalah kayak ibu-ibu di grup BBM (Blackberry Messenger) yang menuh-menuhin timeline aja dan penghasilannya tidak seberapa. Padahal jualan online itu bisa gede (hasilnya) apalagi kalau diseriusin. Saya awalnya cuma pakai pembantu harian buat bantu-bantu packing, sekarang ada 16 orang karyawan saya full time. Rata-rata jualan ribuan produk per harinya,” ujar Jonathan, owner toko online Om Botak, di Jakarta beberapa waktu lalu.
Jonathan mengulas kisah nekatnya, berhenti menjadi manager marketing sebuah perusahaan ternama demi membangun kerajaan online-nya. Semula ia hanya menjual komik-komik bekas koleksi pribadinya dan adik-adiknya. Awalnya ia hanya berniat untuk mengurangi jumlah komiknya, justru membuat koleksi komiknya bertambah hingga harus menyewa ruko yang besar untuk menampung semua produk jualannya.
“Untuk mencapai sekarang, tidak mudah. Saya dulu karyawan, dan memutuskan join sebagai seller awal di Tokopedia saat baru beroperasi. Sebagai seller awal, saya ikut mempelajari sistem berjualan di Tokopedia dan Bukalapak,” ungkapnya.
Karena itulah, Jonathan berbagi kisahnya kepada TechForID dalam wawancara singkat di bawah ini.
Awal mula berjualan komik bekas? Dari mana barangnya?
Om Botak itu awalnya jualan komik-komik bekas milik pribadi karena saya sekeluarga suka komik. Karena peminatnya banyak dan harga komik bekas bisa lebih mahal dari harga komik yang baru, maka saya mulai tambah koleksi dengan belanja ke tukang loak di Pasar Senen untuk saya jual lagi.
Masih berjualan komik?
Sekarang saya menemukan niche saya sebagai pusat perlengkapan hujan, jadi saya jual payung dan jas hujan. Payung bikin brand sendiri namanya Tabasa. Bukan cuma laku di online tapi masuk department store juga. Ini membuktikan brand online itu sangat kuat. Orang yang beli offline pun liatnya di online, merk apa yang bagus.
Mengapa memilih berjualan secara online?
Bisnis online secara simpel adalah bisnis yang bukan offline. Sekarang semua itu ada di online. Kalo offline butuh interaksi, online kan tidak, yang penting adalah trust is the key. Marketplace lah yang memberikan solusi dari permasalahan yang ada di masyarakat ketika pembeli dan penjual saling tidak percaya satu sama lain.
Jadi apa keunggulan marketplace untuk bisnis Anda?
Market place udah ada traffic, jadi nebeng. Kalau berjualan di website atau media sosial lebih panjang lagi perjalanannya karena harus dapetin traffic. Karena udah punya traffic, proses untuk dapetin pembeli lebih mudah, makanya harga barang di marketplace lebih murah daripada di website atau media sosial. Toko saya di Tokopedia udah jual lebih dari 150ribu produk. Predikatnya udah diamond 2 seller.
Tempat Kursus Komputer Terbaik | Digital Marketing, Programming, SEO, Dll.
Yang harus disiapkan untuk jualan di marketplace?
Peralatan tempurnya duku. Siapin smartphone, laptop dan internet kenceng. Barang yang dijual pastikan ada. Foto barangnya yang bagus dengan modal minim tidak apa, bisa kok dilakukan di rumah. Buat deskripsi secantik & semeyakinkan mungkin. Bikin juga video produk dan upload ke Youtube agar pembeli percaya kita pegang dan punya produknya. Harga produk yang make sense, sesuai harga pasar tapi kasih value lebih ke pembeli. Baru deh mulai jualan.
Memilih marketplace, perlu modal banyak?
Di marketplace itu ada 2 akun, gratis dan berbayar. Pertanyaannya kenapa harus bayar kalau bisa gratis? Kan bisa upload produk sebanyak-banyaknya, tinggal spam, tinggal promote produk gratis tiap sejam sekali?
Kalau kita jualan gratis, ibaratnya kayak jualan di offline yang tempatnya di ujung pojok sana yang susah aksesnya. Tapi kalau jualan berbayar, dikasih tempat di hook, udah rame, orang lewat pasti liat. Makanya jualan itu harus berbayar ketika siap. Kalau tidak, jangan bayar. Siapnya apa aja? Ya mulai dari fundamental, yakni siap toko dikunjungi orang. Kalau di etalase toko online kita cuma ada satu produk tidak akan menarik. Makanya produk minimal ada 20 lah. Kedua, kalau ditanya responnya cepet. Sekarang berjualan di Tokopedia semakin mudah lagi karena ada chatbot, kalo ready langsung bs bales sendiri. Pas ada transaksi pun juga harus cepet kirim. Servise itu sangat penting di online karena kita tidak ada transaksi.
Kalau mau berjualan tanpa modal, pakai sistem dropship. Dropship ini sistem yang sangat cantik, berjualan tanpa modal, tanpa ribet packing segala macam. Untuk seller baru mending dropship aja. Tapi ada kelemahannya, mulai dari dia tidak pegang barang jadi bakal slow respon, ready stok atau tidak aja tidak tau, bisa dikirim cepet atau tidak juga tidak tau, bisa dikirim pakai Gojek juga tidak tau, COD (cash on delivery) juga tidak bisa. Meskipun kelemahannya banyak, tapi dropship itu awal mula untuk jadi reseller, kemudian jadi pemilik brand.
Rahasia sukses?
Jual lah barang yang dicari orang. Pintar membaca tren di pasar. Tau apa yang akan jadi tren. Jadi barang yang pasti laku adalah barang yang lagi tren atau kita ciptakan sendiri trennya. Kalau di Instagram bisa ciptain tren dengan endorse influencer. Tapi kalau belum ada budget untuk endorse, harus pintar-pintar membaca tren di pasar.
Saya jual barang musiman. Tapi Indonesia luas, di sini kering belom tentu di tempat lain juga kering, bisa aja hujan, jadi tetap butuh produk saya. Bagi saya tidak ada kata sepi, kitanya aja yang harus pelajari duit orang itu kemana. Misalnya Valentine kemarin, kita jualnya baju couple dan coklat. Bentar lagi Lebaran, jual kurma atau amplop angpau. Pas anak sekolah masuk tahun ajaran baru, jual buku tulis. Pasar itu tidak pernah sepi, tapi kita harus tau trennya lagi apa dan duit orang lari ke mana. Kita liat kompetitor kita dan toko-toko yang udah sukses, kita amati, tiru, tapi modifikasi. Tidak ada yang baru di dunia ini, tinggal ditiru dan diamati.
Selain pintar baca tren, respon harus cepet. Banyak yang komplain, kalau pesen untuk dikirim via Gojek maunya nyampenya cepet. Jadi ada orang yang lebih mending bayar lebih mahal, yang penting cepet nyampe. Jadi selain pastiin barang ready stock, harus pakai jasa kirim yang cepat. Setelah itu ikut gabung ke komunitas seller juga penting. Buat kolaborasi, tuker-tuker barang, dan ide. Kalau seller lokal tidak bersatu, siapa yang bakal bantu dari gempuran seller luar.
Cara buat engagement?
Promosi. Kalo kita tidak dikenal orang, orang tidak akan nyari kita. Kalau di marketplace harus bayar tempat yang mahal untuk dapat pengunjung yang banyak. Kalau di website atau media sosial harus pake Google Ads dan endorse. Semua butuh budget, tapi beda-beda mainnya. Saya percaya semua harus dicoba dan liat mana yang paling bagus.
Pastikan pembeli jangan sampai kecewa dan mau repeat order. Datengin pembeli baru itu susah, tapi membuat repeat order lebih susah lagi. Kalau udah ada loyal customer, kemungkinan dia mau promosiin ke temen-temennya juga.
Selain itu, ikut flash sale. Meskipun tidak untung, tapi itu biaya promosi yang harus dikeluarkan supaya toko rame.
Harus ada keahlian khusus untuk bisa berjualan online? Seperti pintar fotografi, desain, bikin caption dan sebagainya?
Marketplace sekarang model bisnisnya udah gampang. Semua serba dimudahkan. Orang tua aja bisa kok untuk upload sendiri dan bales-balesin chat.
Kalau marketing offline kan ada differensiasi, kalau di marketplace?
Susahnya di marketplace adalah melakukan diferensiasi produk. Kalau udah masuk ke pasar di marketplace, pembeli pasti akan sortir berdasarkan harga dan cari harga termurah. Pertama tipsnya jadi toko yang terlengkap di kategori itu. Seperti saya, payung yang jual kan banyak, tapi yang terlengkap cuma di Om Botak. Jas hujan terlengkap juga cuma di Om Botak. Mungkin saya tidak termurah, tapi terlengkap. Orang pun pasti akan mikir saya seller serius. Harga jadi tidak terlalu penting.
Kedua jadikan kelemahan kompetitor sebagai keunggulan. Kompetitor saya dikomplain karena payungnya patah sampai tujuan. Saya jadikan strength dengan memberikan garansi akan memberikan payung baru tanpa perlu kirim balik payung yang rusak saat baru sampai di tempat. Selain itu saya kasih free tambah bubble atau kardus. Ketiga buat brand. Terakhir adalah respon dan servis memuaskan.
saya ingin sharing sedikit disini, saya banyak sekali mengoleksi buku bergenre apapun dirumah daripada dibiarkan begitu aja dirumah ngga ada yang baca karena kesibukan saya akhirnya saya ada ide untuk membuat ya seperti perpustakaan online dengan teman saya jadi yang suka baca buku bisa pinjam buku ke saya atau yang mau beli dan hasilnya cukup lumayan sih hihihi
[…] Baca Juga : Jualan Online: di Market Place atau di Media Sosial? […]