TechforID – Pengrajin batik di wilayah Cilacap, Jawa Tengah, punya cara unik dalam menghasilkan karya-karya batik tradisionalnya.
Karena tingginya permintaan pasar dan sedang trendingnya emisi karbon di dunia. Para pengrajin ini mulai beralih dari menggunakan warna kimia menjadi produk alami dari hutan bakau.
Selama empat tahun terakhir, Sodikin, dan pengrajin batiknya sebenarnya sudah melakukan hal ini sejak 4 tahun lalu. Selain ramah lingkungan, melakukan pewarnaan batik tanpa bahan kimia dilansir menghembat biaya.
Selain bisa tetap berkarya, Sodikin yakin caranya juga bisa ikut melestarikan hutan bakau. Pasalnya disini pun ia hanya menggunakan buah-buahan kering atau daun yang tumbang untuk dijadikan pewarna batik.
Baik dirinya ataupun pengrajin sama sekali tidak menebang pohon di hutan bakau disana dan hanya mengambil hasil alam secukupnya.
Di sisi kualitas hasil produksi, pewarna alami diyakini memiliki nilai pasar yang lebih besar ketimbang pewarna sintetis.
Hutang bakau atau Mangrove sendiri punya peran yang sangat penting bagi lingkungan alam Indonesia. Selain bisa dijadikan penghalang tsunami, hutan jenis ini juga menyediakan ekosistem penting untuk ikan maupun kepiting.
Hutan bakau juga dikenal karena kemampuan penyerapan emisi karbonya yang lebih efektif ketimbang dengan hutan hujan atau lahan gambut.
Tumbuhan mangrove memiliki daun yang lebih banyak dibandingkan tumbuhan yang lain sehingga berpotensi menyerap karbon lebih banyak.
Sekitar Satu hektar mangrove mampu meyerap 110 kilogram karbon dan sepertiganya yang dilepaskan berupa endapan organik lumpur.
Baca Artikel Selanjutnya :