Renewable Energy

Sensor Ultrathin, Bisa Menyelamatkan Paru-Paru Manusia dan Iklim di Bumi?

Avatar photo
Written by Techfor Id

Sensor Ultrathin Baru Ini Konon Bisa Menyelamatkan Paru-Paru Manusia dan Iklim di Bumi

Perangkat setipis atom yang dikembangkan oleh para ilmuwan di Berkeley Lab dan UC Berkeley dapat mengubah ponsel cerdas menjadi sensor gas super pintar.

Nitrogen dioksida, polutan udara yang dikeluarkan oleh mobil bertenaga bahan bakar fosil dan kompor berbahan bakar gas tidak hanya buruk bagi iklim  juga buruk bagi kesehatan kita.

Paparan NO2 dalam jangka panjang selalu dikaitkan dengan penyakit jantung, asma, bahkan infeksi.

Dikarenakan Nitrogen dioksida tidak berbau dan tidak terlihat, seseorang akan memerlukan sensor khusus supaya bisa secara akurat mendeteksi konsetrasi bahaya dari gas beracun tersebut.

Tetapi sayangnya sebagian besar teknologi sensor yang tersedia saat ini membutuhkan banyak energi karena biasanya harus beroperasi pada suhu tinggi untuk mencapai kinerja yang sesuai.

Baca Juga :

Aplikasi Ini Berhasil Ungkap Data yang Google Sembunyikan Platform Baru iOS

Tapi kini, Sensor ultrathin yang dikembangkan oleh tim peneliti dari Berkeley Lab dan UC Berkeley kini bisa jadi solusi atas permasalahan ini.

Dilansir dari makalah yang mereka terbitkan di jurnal Nano Letter, para tim peneliti melaporkan sensor 2D yang secara atomic tipis bekerja pada suhu kamar atau ruangan dengan mengkonsumsi daya lebih sedikit ketimbang sensor konvesional pada umumnya.

Mereka juga berkata bahwa sensor 2D baru yang dibangun dari paduan monolayer renium niobium disulfide juga menawarkan  kekhususan kimiawi (Chemical Specifity) yang unggul dan waktu pemulihan.

  • Kiri : Gambar mikroskop elektron resolusi atom dari daerah bilayer dan trilayer Re0.5Nb0.5S2 menunjukkan urutan susunannya.
  • Kanan : Plot transfer muatan ruang nyata yang menunjukkan transfer muatan dari Re0.5Nb0.5S2 ke molekul NO2. Tombol warna: Ditampilkan kembali dalam warna navy; Nb dalam warna ungu; S dengan warna kuning; N berwarna hijau; H berwarna abu-abu; O dengan warna biru; dan C berwarna merah.

Tidak seperti perangkat 2D lain yang terbuat dari bahan seperti graphene, sensor 2D baru ini secara elektrik merespons molekul nitrogen dioksida secara selektif,

dengan respons minimal terhadap gas beracun lainnya seperti amonia dan formaldehida.

Selain itu juga , sensor 2D baru mampu mendeteksi konsentrasi nitrogen dioksida yang sangat rendah setidaknya 50 bagian per miliar, kata Amin Azizi, seorang sarjana postdoctoral dari UC Berkeley dan penulis utama studi saat ini.

Baca Artikel Lainnya :

Setelah sensor berbasis molibdenum disulfida atau karbon nanotube mendeteksi nitrogen dioksida, dibutuhkan waktu berjam-jam untuk pulih ke keadaan semula pada suhu kamar.

Tapi sensor kami hanya membutuhkan beberapa menit,” kata Azizi.

Tidak hanya sangat tipis,  Sensor ini juga fleksibel dan transparan. Menjadikannya kandidat yang tepat untuk sensor pemantauan lingkungan dan kesehatan yang dapat dikenakan manusia.

Jika tingkat nitrogen dioksida di lingkungan lokal melebihi 50 bagian per miliar, itu bisa sangat berbahaya bagi penderita asma, tetapi saat ini, sensor gas nitrogen dioksida pribadi tidak praktis.” Kata Azizi.

Sensor mereka, jika diintegrasikan ke dalam smartphone atau perangkat elektronik lain yang dapat dikenakan, dapat mengisi celah itu”, tambahnya.

Sumber : scitechdaily.com

Baca Artikel berikutnya,

Badan Hak Cipta Italia Membuat Lebih dari 4Juta NFT !

About the author

Avatar photo

Techfor Id

Add Comment

Leave a Comment

Click to ask
Hai, Tanya-Tanya Aja
Hi ini Windy, dari techfor

Windy bisa membantu kamu memahami layanan Techfor
Seperti

1. Kursus Online By Expert
2. Partnership Event dan Konten
3. Layanan liputan multimedia
4. Dan hal lain yg ingin kamu tau

Kirim saja pesan ini serta berikan salah satu nomor diatas atau beritahukan windy lebih jelas agar dapat membantu Kamu